Masyarakat Kalimantan Selatan dan
sekitarnya telah lama diresahkan dengan tindakan oknum aparat kepolisian
baik mengatas namakan Polda maupun Mabes, baik perorangan maupun atas
nama institusi, berdasarkan hasil investigasi Asosiasi Pemegang Ijin
Tambang dan Pengusaha Tambang(ASPEKTAM) Kalimantan Selatan dan KADIN
Kalimantan Selatan, praktek-praktek intimidasi, penyalah gunaan wewenang
dan pemerasan serta kriminalisasi pengusaha sebagai alat pengusaha lain
untuk merebut usahanya marak terjadi sampai saat ini.
Tercatat bahwa sejak tahun 1996 tindakan sweeping dan operasi penertipan oleh pihak kepolisian yaitu dengan penyitaan alat berat dan penahanan pengusahanya , dari seluruh kasus peyitaan dan penangkapan estimasi lebih dari 1.000 alat berat telah di sita tetapi tindak lanjutnya selalu di akhiri dengan 86 dengan uang tebusan pinjam pakai antara Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 150.000.000,- per alat berat, kemudian dari proses hukum nya tidak sampai 2 % yang diteruskan sampai ke pengadilan, sisanya diselesaikan dengan cara diluar hukum.
Tercatat bahwa sejak tahun 1996 tindakan sweeping dan operasi penertipan oleh pihak kepolisian yaitu dengan penyitaan alat berat dan penahanan pengusahanya , dari seluruh kasus peyitaan dan penangkapan estimasi lebih dari 1.000 alat berat telah di sita tetapi tindak lanjutnya selalu di akhiri dengan 86 dengan uang tebusan pinjam pakai antara Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 150.000.000,- per alat berat, kemudian dari proses hukum nya tidak sampai 2 % yang diteruskan sampai ke pengadilan, sisanya diselesaikan dengan cara diluar hukum.
Dilihat dari alur proses penambangan dimulai
dengan mobilisasi alat berat yang di kawal polisi kemudian pembukaan
lahan yang juga tidak lepas dari pantauan aparat kemudian dalam hal
penjualan batubara hasil dari tambang tersebut yang memerlukan dokumen
pengiriman dari pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan, karena
komoditi batu bara tidak akan bisa dijual tanpa membayar royalti dan
dokumen karena tidak ada pembeli yang mau membeli, jadi hampir mustahil
rakyat daerah bisa bekerja sendiri tanpa dibantu dan dibekingi oleh
oknum aparat, jadi image illegal mining yang di timpakan hanya kepada
masyarakat dan pengusaha daerah sebenarnya tidak tepat dan keliru.
masyarakat justru terjebak permainan oknum-oknum tersebut, banyak sekali
sudah masyarakat daerah menjadi korban mengalami kebangkrutan akibat
ulah tersebut, mereka diberi harapan dan suatu saat mereka dibasmi
dengan dalih penertipan.
Kriminalisasi pengusaha daerah oleh institusi penegak hukum sudah lama terjadi di Kalimantan Selatan, modusnya apabila ada pengusaha daerah yang mendapatkan lahan dan potensi yang bagus di konsesi ijin tambangnya, dan kelihatan mulai berkembang, ada oknum pengusaha yang dekat dengan aparat berupaya mencari-cari kesalahan pengusaha tersebut, walaupun telah mengatongi ijin lengkap, mereka tidak peduli ada saja dalih dengan berlindung pada kewenangan, pengusahanya ditangkap, alatnya disita dan lahan tersebut di ambil alih oleh oknum pengusaha yang bisa memerintah dan mengendalikan aparat tersebut, kejadian tersebut secara terbuka tanpa malu-malu, memang rakyat dan pengusaha daerah telah berupaya mengadu kemana-mana, tetapi ternyata selalu menemui jalan buntu karena semua saluran sudah di kendalikan oleh “bos besar “ tersebut.
Berdasarkan investigasi telah ada 8 pengusaha yang di perlakukan seperti itu, bahkan mereka tidak peduli dampak dari penghentian usaha dan penangkapan pengusaha yang telah memeiliki perijinan dan telah berproduksi dan berinvestasi bertahun-tahun, tercatat kasus yang terbesar adalah periode tahun 2008 dimana tiga pengusaha Kalimantan Selatan dipenjara dengan alas hukum tindakan yang tidak jelas, yaitu kawasan hutan, padahal yang dijadikan dasar belum memenuhi aspek legalitas yang layak yaitu baru penujukan kawasan hutan, dimana untuk bisa diterapkan dan dijadikan dasar hukum masih ada tiga tahap yang harus di lalui yaitu, Tata batas, Pemetaan dan terakhir Penetapan kawasan hutan, sedangkan tambang milik bos besar tadi juga sama dengan yang di tangkap tersebut karena satu hamparan tetapi tidak disentuh, akibat tindakan tersebut telah direalase media baik lokal dan nasional mencapi 60.000 masyarakat daerah kehilangan pekerjaan, tetapi mereka tidak peduli, setelah pengusahanya ditangkap, alat beratnya disita dan barang bukti batubaranya dijual entah dikemanakan uangnya yang mencapai puluhan milyar, terakhir ternyata lahan milik pengusaha yang ditangkap tersebut telah beralih dan dikerjakan oleh “bos besar” tersebut, hebat memang bos besar kita ini bisa mengatur dan memerintah penegak hukum kita, selentingan beredar bahwa bos tersebut dekat dengan pejabat tertinggi di Kepolisian.
Di Kalimantan Selatan jika boleh di kemukakan dari usaha pertambangan bukan pengusaha dan masyarakat daerah yang kaya dan menikmati hasilnya tetapi yang kaya duluan adalah aparatnya mungkin kedepan perlu di buktikan dengan pembuktian terbalik terhadap kekayaan pejabat penegak hukum yang pernah bertugas di Kalimantan Selatan dan keluarganya.
Secara faktual di Kalimantan Selatan sudah tidak ada hukum lagi, masyarakat khususnya yang bergantung dari usaha pertambangan karena memang Sumber Daya bahan tambang melimpah di daerah tersebut muak dengan tindak tanduk penegak hukumnya. Kalau selama ini masyarakat daerah hanya pasrah dan berdiam diri itu karena semata-mata menghargai Pemerintahan dan Negara ini, tetapi apabila tidak ada perbaikan dan perhatian serius dari Pemerintah khususnya Presiden, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi hukum rimba dan hukum adat karena ketidak mampuan pemerintah memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada rakyatnya,
Yang terakhir adalah penangkapan pengusaha Kalimantan Selatan yang melakukan investasi di Barito Timur Kalimantan Tengah dengan alasan Korupsi, diduga penangkapan dan penahanan tidak lepas dari campur tangan “Bos Besar” yang serakah tersebut. Kejanggalan dari tuduhan dan proses penangkapan sangat nyata terlihat, tuduhan perdanya bermasalah, kemudian kepemilikan lahan milik Negara dan melakukan pungutan illegal semua tuduhan tersebut tidak ada dasar, perda yang digunakan adalah sah dan kalau ada permasalahan bukan ranah polisi, kemudian kepemilikan lahan jalan juga ternyata tidak benar demikian juga pengumpulan dana pengembalian investasi yang disebut pungutan illegal juga ternyata ada perda dan Perbup yang mengaturnya, perusahaan tersebut telah berinvestasi lebih dari 40 Milyar dan ini investasi swasta murni apalagi investornya orang daerah, jadi sampai saat ini kasus hukumnya belum jelas dan pengusaha investornya sekarang ditahan. Kejaliman ini sudah melewati batas kemanusiaan dan norma. Untuk menghindari image dan prseden buruk perlu dilakukan gelar perkara kembali oleh intitusi yang berwenang, karena menurut pengamatan bahwa kasus ini pesanan dari bos besar sangat kuat indikasinya.
Kita menunggu ketegasan pemimpin dan pemerintahan rezim ini untuk bertindak nyata menindak tegas oknum hitam tersebut, semoga satgas mafia hukum yang dibentuk bisa mendalami dan melakukan investigasi lebih lanjut terhadap fenomena tersebut, agar rakyat masih merasa memiliki pemerintah yang peduli untuk penegakan hukum dan keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar