Ketika Hukum dan Keadilan Tidak Untuk Rakyat, Hanya Bersuara yang mampu dilakukan untuk Ringankan Beban

Rabu, 14 Desember 2011

Bukti Matinya Keadilan Hukum Bagi Rakyat Jelata




Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia(PB PGRI) mendesak Kapolda Kalimantan Selatan untuk mengkaji kembali dan mengusut tuntas kasus pembunuhan Hardiansyah. Hardiansyah merupakan guru olahraga SDN Km 8 Desa Sari Gadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.

Pada   tanggal 9 Desember 2004 sekitar pukul 12.00 Hardiansyah dibunuh oleh sekelompok orang . Dua  dari 7 pelaku telah divonis 4 bulan penjara oleh hakim pengadilan Negeri Kotabaru. Merasa tidak adil, istri korban yaitu Lilik  Dwi Purwaningsih mengadukan hal itu ke PB PGRI.

Dalam surat tertanggal 29 April 2011 itu ditujukan kepada Kapolda Kalsel, DR H. Sulistiyo yang merupakan Ketua Umum PB PGRI mendesak Kapolda Kalsel untuk mengkaji dan mengusut tuntas pelaku lainnya termasuk orang yang diduga kuat sebagai “otak” dari peristiwa tersebut. Dinyatakan dalam surat tersebut, bahwa pembunuhan dilatar belakangi oleh sengketa digunakannya jalan desa untuk pengangkutan truk batubara. Karena dilalui truk batubara, maka menimbulkan debu, sehingga masyarakat berdemo di Batulicin lantaran merasa keberatan dengan lewatnya truk tronton di jalanan.

Diduga kuat, pembunuhan terjadi atas perintah HI yang merupakan pengusaha batubara setempat. Hal itu menurut keterangan beberapa Pihak karena HI juga berada di tempat kejadian sambil menggenggam sepucuk pistol. Suara tembakan juga terdengar oleh semua orang yang menyaksikan peristiwa itu.

“Saudara Hardiansyah terbunuh sedang melakukan tugas negara yakni mencerdaskan  anak bangsa di Kalsel. Sudah seharusnya dia memperoleh penghargaan, sebab yang dia kerjakan adalah melindungi anak didiknya dan masyarakat sekitar kilo meter 8 Desa Sari Gadung atas pengotoran lingkungan lewatnya tronton batubara didepan sekolahnya” demikian isi surat dari PB PGRI itu.

Istri korban juga mengadukan kepada PB PGRI bahwa dirinya diteror dan diancam preman yang merupakan  suruhan “otak” peristiwa tersebut. Para penegak hukum yakni POLISI, JAKSA, HAKIM dinilai memihak ke pembunuh karena vonis hukuman terlalu ringan.

Surat dari PB PGRI itu selain ditujukan ke Kapolda Kalsel, juga ditembuskan ke beberapa pihak terkait. Tembusan surat itu ditujukan kepada kepala dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan, Pengurus PGRI Provinsi Kalsel, Pengurus PGRI Kabupaten Tanah Bumbu, Kapolres Tanah Bumbu dan LKBH-PGRI Provinsi Kalsel. Surat tersebut juga ditanda tangani H. Sahiri Hermawan SH. MH yang merupakan Sekretaris Jenderal PB PGRI(tya, Barito Post Tanggal 18 Mei 2011, hal 1 dan 7).

Langkah  mencari keadilan bagi istri korban sampai saat ini belum mendapat pelayanan yang memadai bahkan sudah sampai ke Mabes Polri didukung oleh Pemuda Islam Kalimantan Selatan dengan melakukan beberapa kali Demo di Mabes Polri.

Sedangkan pengaduan dan proses penanganan di Polda Kalsel ternyata hanya formalitas dan rekayasa belaka karena kebetulan Kapoldanya satu suku dengan HI disamping HI juga dikenal dekat dengan para jenderal sampai di Mabes Polri,  dimana melalui surat tertulis Nomor B/163.3/VI/2011/Ditreskrimsus tanggal 28 Juni 2011, Polda Kalsel, memberikan tanggapan hasil penyelidikannya menyatakan "belum dapat diproses hukum dan tidak dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan karena tidak ditemukan adanya fakta-fakta hukum yang menjadi dasar untuk meningkatkan laporan tersebut"  semua bukti putusan pengadilan Kotabaru yang memvonis pelaku lapangan hanya 3 bulan dan 4 bulan, testemoni pelaku lapangan dan saksi-saksi yang melihat dan mengetahui langsung kejadian tidak di anggap dan tidak digubris dan anehnya dalam surat tertulis Polda Kalsel bahwa bukti-bukti tersebut hanya dapat dipergunakan dalam perkara tindak pidana terorisme. 

Kesaktian dan kekebalan hukum pengusaha muda keturunan Sulewesi ini memang sangat hebat mengalahkan kebesaran nama Antasasi Azhar, dimana kasus keterlibatan Antasari Azhar dalam pembunuhan masih lemah bisa di hukum 12 tahun, tetapi sebaliknya banyak bukti dan fakta serta saksi yang melihat dan tidak terbantahkan tetapi tetap tidak terjamah hukum, ditengarai bukan hanya aparat penegak hukum daerah yang tunduk dengan HI tetapi sampai ke pusat di Mahkamah Agung, Kejagung, Kehakiman bahkan sampai ke Lingkungan Istana.
 
Saat ini Istri Korban pasrah dan putus asa untuk mencari keadilan di Negeri ini, atas kasus yang menimpa suaminya karena semuanya sudah tertutup, bahkan dia dan keluarganya harus bersembunyi dan berhenti dari mata pencarian pokoknya menjadi Guru Bantu di Kabupaten Batulicin, terakhir dia mengadukan nasibnya ke Bos Metro TV dan dengan kepedulian Tokoh tersebut, kasus pembunuhan tersebut berhasil di publikasikan di program Metro Realitas, tetapi ternyata belum mampu membuka mata dan telinga pemimpin Negeri ini.


Sambil bersembunyi Lilik Purwati istri korban mencari informasi dan dukungan untuk dapat membawa kasus ini ke pengadilan Internasional di Denhag Belanda karena di Indonesia sudah sulit mendapatkan keadilan hukum, satu tekadnya ingin menegakkan keadilan agar seluruh pelaku mendapat hukuman yang stimpal sesuai perbuatannya, hal ini juga memenuhi tuntutan anak-anak korban yang selalu mempertanyakan kenapa otak pelaku pembunuh ayahnya kok tidak di hukum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar